Al Zaitun dan Imam Mahdi atau Imamah DI?

Al Zaitun

Ini bukan membicarakan kasus yang sedang hangat menimpa pondok pesantren bernama Al Zaitun. Tapi ingin sekedar bercerita tentang pengalaman bertemu dengan orang yang menurut saya sangat relate dengan kasus yang terjadi.

Hari ini, Agustus 2023 inkonsistensi saya dalam menulis terbukti. Terakhir tulisan saya sekitar satu setengah tahun yang lalu. Tetiba teringat akan list domain blog yang saya punya karena selalu mendapat email saran pembaharuan dari Google Analytics.

Al Zaitun


Saya kurang tahu bagaimana penulisan nama diatas dengan ejaan yang seharusnya. Mohon dimaklum jika tidak sesuai.

Zaitun (Olea europaea) adalah pohon kecil tahunan dan hijau abadi, yang buah mudanya dapat dimakan mentah ataupun sesudah diawetkan sebagai penyegar. Buahnya yang tua diperas dan minyaknya diekstrak menjadi minyak zaitun yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan. Zaitun adalah anggota suku Oleaceae.

Itu kata Wikipedia, tapi bukan buah-buahan atau minyak yang mau saya bahas. Ekpekstasinya, ponpes ini sejatinya seperti buah zaitun yang memberikan banyak manfaat khususnya dalam kehidupan beragama. Spesifik lagi memberikan pengalaman dan kemandirian spiritual untuk putra dan putri Indonesia yang menempuh pendidikan di sana.

Lantas, apa pembahasan saya kali ini? Jujur saya tidak terlalu mengikuti kasus demi kasus yang muncul berkaitan dengan Al Zaitun. Selain pesimis kasus ini bisa dibongkar beserta dugaan faham dan kegiatan NII di dalamnya.

Ijinkan saya mulai bercerita, benar atau tidaknya apa yang disampaikan silakan telusuri sendiri. Saya hanya menyampaikan intisari sebuah pembicaraan yang saya ingat dan perbincangan ini benar-benar terjadi adanya.

Mondok di Al Zaitun


Obrolan terjadi beberapa kali, selepas pulang mengajar di sebuah kontrakkan di Kota Cilegon. Kisaran tahun 2011-2012. Owh ya, biar nyambung perlu saya jelaskan saya dulu pernah mengajar Bahasa Arab di sebuah SD swasta daerah Cilegon. Kebetulan satu kontrakan berdampingan kamar dengan seorang bapak lumayan paruh baya, kita sebut saja Bapak X.

Sepulang mengajar, beristirahat dan makan malam kami sering berbincang kadang sampai larut. Awalnya tanya ini itu kegiatan dan background saya kuliah dimana, rumah dimana, dan lain-lain. Sampai pada satu waktu Bapak X bercerita tentang Al Zaitun.

Dia memiliki seorang anak perempuan, yang kala itu masih sekolah menengah dan mondok di ponpes Al Zaitun. Pengetahuan saya tentang ponpes ini gak kosong-kosong amat, saya pernah membaca tabloid/majalah yang pernah membahas pesantren ini. Koreksi kalau salah, seingat saya majalah intisari dan hidayatullah.

Saya langsung frontal menanyakan beberapa pertanyaan, bukannya Al Zaitun itu NII? DI TII? Ini itu sampai dia mengklarifikasi pada perbincangan selanjutnya. Saat itu dia hanya bercerita biaya putrinya di ponpes ini sangat mahal. Terlebih ada sumbangan wajib yang waktu itu Pak X katakan untuk negara. Hah!? Negara mana?

Kalau kamu pernah mendengar cerita tentang ustadz 'sedekah' yang dilaporkan karena penipuan nah ini mirip seperti itu. Jadi, kata Pak X setiap menjenguk anaknya, atau pengajian rutin wali santri ada iuran wajib yang harus di keluarkan. Iuran ini tidak dinamai sedekah seperti ustadz bacaleg itu ya.

Cerita tentang putrinya tidak begitu banyak, dan menurut saya biasa saja. Saya hanya melihat perjuangan dan pengorbanan seorang ayah yang rela jauh dari rumah dan keluarga untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anaknya. Btw, Pak X ini bukan termasuk golongan keluarga kaya, hanya saja dirinya tetap ingin putrinya mondok di Al Zaitun karena menurutnya pesantren terbaik.

Kalo orang kaya gak mungkin juga ngontrak petakan 300rb sebulan dan sebagai karyawan pabrik? Nah agak menarik dengan biaya mondok yang begitu besar, Pak X berharap anaknya berhasil dari pendidikan di popes Al Zaitun.

Imam Mahdi vs Imamah DI


Di perbincangan selanjutnya bahasan lebih cair dan mengara pada pemahaman agama. Kadang terbesit kalau saya mau diprospek sama Pak X ini, tapi saya perlu memperlihatkan pendirian dan pemahaman saya meladeni obrolannya.

Saya lupa sedang ngobrolin apa, Pak X tetiba bertanya, "Mas, kamu percaya Imam Mahdi?"

Hmmm tumben bahasan menjauh dari biasanya cerita keseharian anaknya di Al Zaitun. Saya jawab, "Percaya Pak, Imam Mahdi akan hadir mendampingi Nabi Isa memerangi Dajjal." Sebagaimana yang saya tahu dari guru dan buku.

"Salah, salah itu!" Kalimat Pak X membuat saya kaget. Dahi berkerut sambil berpikir sepertinya jawaban saya benar tapi penasaran yang benar menurut Pak X itu apa?

Pak X menjelaskan bahwa saya dan sebagian orang lain salah memahami nama Imam Mahdi. Bagi dia nama itu hanya simbol yang 'agak' diplesetkan. Yang benar menurut dia adalah IMAMAH DI. Imamah artinya kepemimpinan dan DI singkatan dari Daulah Islam!

Waaaww!!! Seperti dugaan saya, akhirnya nyambung juga dengan behasan obrolan sebelumnya.

Pemahaman Pak X bahwa nanti akan ada kepemimpinan atau kekuatan dalam bentuk pemerintahan yang berbasis Islam (Daulah Islamiyah) atau kekuasaan Islam. Tidak dibaca Imam Mahdi, tapi dibaca Imamah-Di. Seseorang yang mungkin dipercayai sebagai pembaharu layaknya Imam Mahdi yang kita percayai ada, tapi namanya bukan Mahdi. Imam Mahdi hanya simbol bahwa suatu saat kekuasan Islam akan berjaya kembali sebelum kiamat datang.

Imamah DI ini, menurut Pak X tidak bisa begitu saja bangkit. Diperlukan kesadaran umat untuk membangun persatuan dan persaudaraan. Salah satu upaya mempererat ikatan mereka adalah dengan saling membantu satu sama lain dalam ekonomi (kebutuhan hidup). Maka dari itu, Pak X yang sudah tergabung dalam komunitas ini setiap bulan memberi iuran rutin untuk tujuan di atas.

Relate dengan paragraf-paragraf sebelumnya?

Pak X menjelaskan bagimana perjuangan kita seharusnya melawan perang ekonomi, teknologi, dan budaya asing. Mempererat persatuan dan kekuatan mandiri adalah cara terbaik meskipun memerlukan waktu yang lama. Saya sempat bertanya apa boleh semua muslim ikut persatuan itu? Dan Pak X jawab, tidak semudah itu karena harus dibaiat!

Semakin terbuka pembicaraan Pak X menjelaskan sejarah NII/DI TII, kenapa mereka dihancurkan pemerintah dan dilarang sampai sekarang (waktu ngobrol itu). Kemerdekaan Indonesia yang di dominasi perjuangan rakyat muslim tidak serta merta bisa menegakkan syariah Islam yang seharusnya. Tokoh-tokoh terkenal organisasi ini kemudian disebut sebagai pemberontak sehingga diburu dan dibunuh. Pancasila saja masih 'kalah' nego dengan minoritas agama lain dengan digantinya frasa kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa". Begitulah yang disampaikan Pak X.

Pak X juga menjelaskan bahwa komunitas mereka bergerak underground. Hampir tidak ada yang bakal mengaku jika ditanya orang lain. Pak X bilang, dia cerita ke saya karena saya terlihat bisa membantu mereka. Hmmm sudah kuduga, lobi-lobi prospek!

Rata-rata anggota komunitas mereka tidak menggunakan smartphone, yang saat itu 2012 masih dirajai Blackberry. Semua alat komunikasi hanya telepon seluler saja (feature phone) alias hape jadul yang hanya bisa telepon dan SMS.

Pak X dan anggota lainnya tidak sembarangan mengajak orang untuk berbaiat (bergabung). Orang-orang yang hedon, masa bodoh, yang tidak punya idealisme itu jauh dari taget mereka. Yang mereka incar adalah orang yang berpengetahuan, matang berpikir, dan memiliki idealisme tinggi.

Imamah-DI yang disampaikan sebelumnya adalah Darul Islam (sebelumnya Pak X sebut dengan Daulah Islam). Jika NII (nama lain dari Darul Islam) kembali berkuasa, maka Indonesia akan selamat. Kata Pak X.

12 tahun dari perbincangan itu, saya sudah tidak mengetahui kabar tentang Pak X dan juga suasana kontrakan itu. Pernah sekali Pak X menawarkan saya untuk ikut serta dalam membantu sesama umat, meskipun tidak dibaiat, bantuan sedekah saja katanya.

Saya pernah bertanya tentang proses pembaiatan dan yang lainnya. Menurut Pak X harus dilakukan di kota dan tempat yang telah ditentukan serta privat (tertutup) sehubungan gerakan seperti ini akan mudah dibaca oleh aparat.

Beberapa bulan setelah perbincangan saya keluar dari kontrakan dan memilih mengajar pulang pergi dari rumah dengan jarak perjalanan 45 km ke sekolah. Saya tidak menceritakan pengalaman saya ini ke banyak orang, karena tidak semua orang mau peduli dengan inti yang disampaikan dan kadang tidak mempercayainya. 

Tulisan ini mungkin cerita terbuka saya. Benar atau tidaknya yang disampaikan Pak X, diluar kendali saya. Dan saya pastikan pembicaraan kami benar terjadi.

Anda bebas menyimpulkan dan menjadi tanggungjawab diri sendiri saja. Jujur saya namai Pak X karena saya benar-benar lupa namanya tapi saya masih ingat lokasi dimana saya ngontrak waktu itu.

Saya dan kita semua mesti belajar sejarah cover both side. Sejarah lisan dan tertulis baik dari pemenang maupun pecundang. Agar kita tidak mudah terjerat propaganda terselubung yang bisa menjeruskan kita. Bisa saja yang kita lakukan salah di mata manusia itu benar di hadapan Tuhan, begitu juga sebaliknya.

Tetaplah logis agar tidak mudah diperdaya. Salam.

Tidak ada komentar:

Komentar Anda mencerminkan kualitas akal Anda

Diberdayakan oleh Blogger.